Minggu, 10 April 2011

Model-Model Pengukuran dalam Pemodelan Persamaan Struktural

Wahyu Widhiarso | Fakultas Psikologi UGM

Tulisan ini akan membahas beberapa model dalam SEM yang unik. Dikatakan unik karena jarang dipakai. Tulisan hanya difokuskan pada model pengukuran saja yang biasa dilakukan melalui analisis faktor konfirmatori.

A. Menyegarkan ingatan kembali mengenai bagian-bagian dari SEM


Berikut ini bagian-bagian dari SEM

1) Konstrak Ukur. Adalah konstrak yang diukur melalui sejumlah indikator/butir. Konstrak ukur bersifat laten (karena tidak didapatkan langsung dari pengukuran/pengamatan) berisi varian bersama antar indikator.

2) Indikator. Menunjukkan bagaimana konstrak ukur dimanifestasikan. Statistik yang banyak dipakai dalam menunjukkan sejauhmana indikator mampu memanifestasikan konstrak ukur adalah nilai bobot faktor (factor loading) dan sumbangan efektif. Indikator di sini dapat berupa butir atau skor komposit butir.

3) Eror Pengukuran. Dalam melakukan pengukuran terhadap indikator selalu didapatkan kesalahan ukur. Nah, eror pengukuran menunjukkan hal ini. Statistik yang biasa dipakai dalam menunjukkan besarnya eror pengukuran adalah varians eror (error varians)

Gambar 1. Bagian-bagian di dalam Model Pengukuran

B. Model-Model Pengukuran


Ada beberapa jenis model pengukuran yang menunjukkan proporsi indikator dalam memanifestasikan konstrak ukur dan eror ukur. Berikut ini jenis-jenis model pengukuran tersebut.

1. Model Paralel


Model paralel menjelaskan bahwa setiap indikator dan eror pengukuran memiliki nilai yang sama. Nilai indikator yang sama ini menunjukkan bahwa antar indikator tersebut skala yang sama. Di sisi lain nilai varians eror yang sama ini menunjukkan setiap indikator memiliki presisi ukur yang sama dan

Tampilan model pengukuran paralel ditunjukkan dengan Gambar 2. Terlihat pada gambar 2 setiap bobot faktor disamakan melalui pemberian bobot faktor 1 pada semua indikator. Di sisi lain nilai varians eror yang sama ditunjukkan dengan pemberian nilai a pada semua varians eror.

Gambar 2. Model Pengukuran Paralel

2. Model Nilai Tau Setara


Dalam teori klasik, skor murni disimbolkan dengan huruf T atau dalam huruf Yunani dinamakan dengan tau. Kata tau inilah yang dipakai untuk menjelaskan arti model nilai tau setara.

Model nilai tau setara (tau equivalent) menjelaskan bahwa setiap indikator memiliki nilai skala yang sama akan tetapi memiliki presisi yang berbeda. Terlihat dari Gambar 3 bahwa nilai bobot faktor semua indikator adalah sama sedangkan varians eror-nya berbeda-beda.



Gambar 3. Model Pengukuran Nilai Tau Setara

Model inilah yang banyak dipakai dalam pengembangan alat ukur dalam teori klasik di bidang psikometri. Koefisien Cronbach Alpha adalah teknik estimasi reliabilitas yang diturunkan dari asumsi model nilai tau setara atau nilai tau setara esensial (essentially tau equivalent).

3. Model Konjenerik


Model konjenerik adalah model yang paling moderat diantara model lainnya. Ia tidak terlalu cerewet untuk mengharuskan setiap indikator memiliki nilai skala dan presisi ukur yang sama. Model konjenerik ini banyak dipakai dalam SEM.

Model konjenerik ditandai dengan tidak dicantumkannya kode-kode yang sama dalam menggambar model. Terlihat pada gambar 4 bahwa semua bobot faktor dan varians eror dibiarkan berbeda-beda.



Gambar 4. Model Pengukuran Konjenerik

3. Model Korelasi Antar Eror


Model korelasi antar eror (error correlation) adalah model yang menjelaskan bahwa antara satu eror dengan eror yang lain memiliki keterkaitan. Dalam teori klasik, setiap eror diharuskan tidak memiliki korelasi. Kalau didapatkan korelasi maka alat ukur yang dipakai tidak hanya mengukur satu konstrak ukur saja melainkan ada konstrak ukur lain yang tidak diketahui oleh peneliti.

Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang tidak memiliki korelasi antar eror karena hanya memusatkan pengukuran pada satu konstrak ukur. Namun terkadang harapan beda dengan kenyataan, data lebih menunjukkan bahwa eror ternyata memiliki keterkaitan.

Gambar 5. Model Korelasi Antar Eror

Gambar 5 menunjukkan model korelasi antar eror. Model korelasi antar eror didapatkan dengan mengkorelasikan antar eror yang biasanya didapatkan dari rekomendasi dari modification indices. Karena direkomendasikan oleh modification indices maka model akan memiliki nilai ketepatan model yang tinggi, namun menunjukkan kelemahan alat ukur yang kita kembangkan.

Terlihat dari Gambar 5 bahwa antara eror antara indikator 1 dan 2 menunjukkan adanya korelasi. Dapat disimpulkan bahwa ada konstrak lain yang dimanifestasikan dalam kedua indikator.

Ketika memang model menghendaki adanya korelasi antar eror maka kita memerlukan justifikasi teoritik mengapa kedua eror bisa sampai berkorelasi. Ada apa dengan indikator-indikator yang erornya berkorelasi. Apakah mereka memiliki keterkaitan yang erat ? Ataukah indikator itu memang sama ? Jika memang sama, lantas mengapa dipisah?

Model korelasi antar eror banyak dipakai dalam model penelitian eksperimen. Jika indikator diamati lebih dari satu kali maka korelasi antar eror memiliki justifikasi yang kuat. Terlihat pada Gambar 6 bahwa indikator yang sama diamati dua kali, yaitu pada saat sebelum dan sesudah perlakuan. Untuk desain seperti korelasi antar eror memiliki justifikasi yang jelas.
eksperimen
Gambar 6. Model Eksperimen

C. Prosedur Spesifikasi Model di AMOS


Menentukan model melalui AMOS dilakukan melalui menu properties pada masing-masing komponen. Misalnya menentukan varians eror. Klik kanan variabel eror (gambar lingkaran) yang mau disamakan nilainya, lalu pilih Object Properties, lalu pilih Parameters dan tuliskan huruf kode di dalamnya. Dalam kasus ini saya memberikan kode berupa huruf a. Anda dapat menggunakan kode yang lain misalnya a1, var1 atau yang lainnya. Lihat Gambar 7.



Gambar 7. Memberikan Kode Pada Varians Eror

Untuk memberikan kode pada parameter bobot faktor, caranya sama dengan varians eror akan tetapi yang dipilih adalah garis yang menghubungkan antara indikator dengan konstrak ukur. Lihat Gambar 8.



Gambar 8. Memberikan Kode Pada Bobot Faktor

D. Contoh Kasus


Analisis faktor dengan indikator hanya tiga indikator untuk model konjenerik tidak akan dapat menghasilkan nilai ketepatan model karena nilai derajat bebasnya (df) sama dengan nol sehingga ketepatan model tidak dapat diestimasi. Tidak dapat diestimasi dalam hal ini bukan berarti modelnya tidak fit. Model bisa saja fit akan tetapi nilai ketepatannya tidak dapat diestimasi.

Gambar 9. ketika model konjenerik diterapkan hasil nilai ketepatan model tidak dapat keluar. GFI sama dengan 1 dan nilai kai-kuadrat sama dengan nol.

<gambar tidak tersedia>

Gambar 9. Memberikan Kode Pada Varians Eror

Gambar 10. Misalnya kita asumsikan indikator 1 dan 2 memiliki kemiripan yang didasarkan pada misalnya dari teori, karakteristik butir atau analisis faktor eksploratori. Dengan dasar ini saya mengajukan model bahwa sesatan eror indikator 1 dan 2 adalah sama. Maka saya memberi kode a pada masing-masing varian eror indikator 1 dan 2. Setelah dianalisis ternyata modelnya fit. Nilai GFI di atas 0.9, nilai RMSEA di bawah 0.08 sedangkan nilai signifikansi >0.05 yang menunjukkan model fit.

<gambar tidak tersedia>

Gambar 10. Memberikan Kode Pada Varians Eror

Gambar 11. Misalnya kita semua indikator memiliki nilai skala ukur yang sama dalam memanifestasikan konstrak ukur (model tau equivalent). Dengan menggunakan model ini maka setiap nilai bobot faktor (factor loading) nilainya disamakan dengan angka 1. Artinya setiap indikator memiliki porsi yang setara dalam memanifestasikan variabel ukur.

Hasil analisis dengan data yang sama dengan analisis sebelumnya, menunjukkan bahwa model ini cukup fit. Ada koefisien ketepatan model berada pada area penerimaan, misalnya GFI di atas 0.9 dan signifikansi di atas 0.05. Koefisien yang masih belum sesuai harapan adalah residu (RMSEA) yang masih di atas 0.08.

<gambar tidak tersedia>

Gambar 11. Memberikan Kode Pada Varians Eror

Tidak ada komentar:

Kuliah ATBK - Pengantar CAT